HOME / Tulisan

Sistematika UU Pemilu (4): Manajemen Pelaksanaan Pemilu

6 May 2025

Sistematika UU Pemilu (4): Manajemen Pelaksanaan Pemilu

Di dalam undang-undang pemilu dan pilkada, manajemen pemilu disebut pelaksanaan tahapan pemilu. Sebetulnya ada tahapan pemilu yang tidak harus digelar setiap pelaksanaan pemilu. Bukan semata alasan efisiensi.

Pasal 1 nomor 2 UU No 7/2017 berbunyi, “Penyelenggaraan pemilu adalah pelaksanaan tahapan pemilu yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu.”

Lalu Pasal 167 Ayat (4) menyatakan, bahwa penyelenggaraan pemilu meliputi: a. perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu; b. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; c. pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu; d. penetapan peserta pemilu; e. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; f. pencalonan presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota; g. masa kampanye; h. masa tenang; i. pemungutan dan penghitungan suara; j. penetapan hasil pemilu, dan; k. pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Sudah ditulis sebelumnya, UU No 7/2017 tidak membedakan pengertian “penyelenggaraan” dengan “pelaksanaan” sehingga akhirnya bunyi Pasal 167 Ayat (4) seperti itu. Terjadilah kejumbuhan makna atau ketidakpastian arti. Sebaiknya undang-undang pemilu membedakan pengertian penyelenggaraan dan pelaksanaan; yang pertama lebih luas daripada yang kedua.

Pada Buku Kesatu Ketentuan Umum terdapat Bab Penyelenggaraan, yang mengatur bahwa penyelenggaraan pemilu terdiri atas: penyusunan peraturan, perencanaan dan penganggaran, persiapan, pelaksanaan, pengawasan dan penegakan hukum, serta pelaporan dan evaluasi.

Persiapan meliputi rekrutmen dan pelatihan petugas pemilu. Lalu dijelaskan dan dirinci, bahwa pelaksanaan pemilu terdiri dari pembentukan daerah pemilihan, pendaftaran partai politik peserta pemilu, pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil pemilu, dan pelantikan. Inilah core business KPU. Inilah pelaksanaan pemilu yang harus di-manage KPU.

Buku Ketiga Pelaksanaan Pemilu

Pelaksanaan pemilu berjalan linier: 1) pembentukan daerah pemilihan, 2) pendaftaran partai politik peserta pemilu, 3) pendaftaran pemilih, 4) pendaftaran calon, 5) kampanye, 6) pemungutan dan penghitungan suara, 7) penetapan hasil pemilu, dan 8) pelantikan. Masa tenang bukan tahapan, karena tak ada kegiatan.

Kesalahan pembagian tahapan pelaksanaan pemilu selama ini adalah, seakan-akan setiap tahapan itu harus terjadi dan dilaksanakan pada setiap pemilu. Pada faktanya tidak demikian.

Pembentukan daerah pemilihan misalnya, tidak perlu dilakukan setiap pemilu sebab hal itu tidak hanya membingungkan pemilih tetapi juga partai dan calon. Demi kepastian konstituensi, daerah pemilihan paling cepat dievaluasi setiap dua kali pemilu. Hasil evaluasi pun belum tentu dilakukan perubahan.

Pendaftaran pemilih berkelanjutan, jika terlaksana benar, ya tidak perlu tahapan pendaftaran pemilih. Cukup diumumkan lalu diverifikasi untuk menyusun daftar pemilu sebelum pemungutan suara. Demikian juga pendaftaran partai politik, bisa dilakukan jauh harus sebelum pendaftaran calon, sehingga tidak lagi ngeribetin petugas pemilu pada momen-momen penting pemilu.

Siklus pemilu sebenarnya terbagi atas tiga bagian: prapemilu, pemilu, dan pascapemilu. Prapemilu terdiri dari perencanaan dan penganggaran, pelatihan petugas, diseminasi informasi, pembentukan daerah pemilihan, pendaftaran partai politik, pendaftaran pemilih. Pemilu terdiri dari pencalonan, kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara, dan penetapan hasil. Pascapemilu terdiri dari penyusunan laporan, evaluasi, dan perubahan peraturan bila diperlukan.

Berdasar siklus pemilu tersebut, maka pembentukan daerah pemilihan, pendaftaran partai politik peserta pemilu, dan pendaftaran pemilih (berkelanjutan), sebetulnya masuk bagian prapemilu. Sedangkan bagian pemilunya dimulai dari pendaftaran calon, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil, dan pelantikan. Dengan demikian pelaksanaan tahapan pemilu, yang merupakan momen utama pemilu, tidak perlu berpanjang-panjang. Ya, maksimal 6 bulan.

Waktu pelaksanaan pemilu, yang maksimal 6 bulan tersebut memiliki banyak keuntungan. Pertama, pemilu tidak terlalu mengganggu kehidupan sosial ekonomi sehari-hari. Kedua, pemilu juga tidak mengganggu pelayanan pemerintahan kepada warganya. Ketiga, ketegangan masyarakat berlangsung singkat karena kompetisi perebutan suara tidak berlangsung lama. Keempat, anggaran pemilu lebih hemat, lebih efisien.

Namun masa pemilu 6 bulan sulit dicapai bila format pemilu serentak presiden-legislatif dipertahankan. Penyelenggaraan pemilu legislatif, yang merupakan warisan Orde Baru, adalah format pemilu paling rumit di dunia. Petugas, pemilih, calon jadi korban; partai politik jadi penikmat. Secara manajemen yang paling ideal adalah pemilu nasional dan pemilu daerah.

Pembentuk undang-undang harus menimbang, bahwa siklus pemilu sejalan dengan siklus anggaran. Ini penting agar tidak terjadi, saat mana pemerintah baru hasil pemilu tidak bisa berbuat apa-apa akibat anggaran sudah ditetapkan pemerintah lama. Padahal mereka harus segera wujudkan janji kampanye.

Menurut siklus anggaran, APBN dan APBN-Perubahan tahun berjalan, mulai dibahas Agustus, yang ditandai pembacaan nota keuangan oleh presiden di DPR. APBN-Perubahan ditetapkan akhir September, sehingga pemerintah baru sudah bisa menggunakan APBN-Perubahan selama triwulan keempat (Oktober November Desember). Tahun berikutnya, sudah APBN baru, yang sepenuhnya ditetapkan pemerintah baru hasil pemilu.

Dengan demikian, idealnya pelantikan presiden dan anggota DPR/DPD hasil pemilu dilakukan pada awal Agustus sehingga presiden baru bisa langsung tancap gas untuk membahas dan menggunakan APBNP tahun berjalan dan menyiapkan APBN tahun berikutnya. Kapan dimulai? Segera, agar ketegangan seperti terjadi saat peralihan SBY ke Jokowi 2014 tidak terulang kembali.

Karena siklus APBD kurang lebih juga sama waktunya dengan APBN, maka jadwal pelantikan kepala daerah dan anggota DPRD kurang lebih juga sama. Dalam hal ini, pelantikan hasil pilkada serentak tahun berikutnya bisa dilakukan disesuaikan dengan siklus anggaran. Masa peralihan bisa dijabat sementara oleh sekretaris daerah di seluruh Indonesia.

Efektivitas pemerintahan daerah dapat maksimal apabila pelantikan kepala daerah hampir bersamaan dengan pelantikan anggota DPRD. Itu hanya mungkin terjadi bila pemilu DPRD diserentakkan dengan pemilu kepala daerah.

Tulisan Terkait

didiksupriyanto

didiksupriyanto