HOME / BUKU

DITULIS OLEH Didik Supriyanto

Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes Sepanjang NKK/BKK 1978-1991

25 Jul 2024

Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes Sepanjang NKK/BKK 1978-1991

Resume Buku

Gerakan mahasiswa menentang pencalonan kembali Presiden Soeharto menjelang Sidang Umum MPR 1978 berakhir dramatis. Ratusan pimpinan dewan mahasiswa ditahan dan puluhan kampus besar diduduki tentara. Selanjutnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan membentuk Badan Koordinasi Kampus, yang kemudian dikenal kebijakan NKK/BKK.

Intinya mahasiswa tidak boleh berpikir, beropini, apalagi protes politik. Dewan mahasiswa dibubarkan, pers mahasiswa dibekukan. Sejak itu kampus senyap. Satu generasi mahasiswa lenyap ditelan kesibukan akademik: penerapan sistem SKS yang mengharuskan mahasiswa meluang seluruh waktunya untuk belajar agar cepat lulus. Aktivisme pun redup.

Hadirnya generasi baru, yakni mereka yang masuk kampus pada pertengahan 1980-an, mengubah suasana beberapa kampus. Benih-benih aktivisme lahir kembali seiring dengan munculnya berbagai masalah internal kampus, mulai dari pertikaian antarpajabat kampus hingga korupsi dana pendidikan. Sementara di luar kampus, semakin sering terjadi kasus-kasus yang menderitakan rakyat: penyerobotan tanah, penggusuran, pelanggaran ham, dan kenaikan tarif listrik.

Maka bermunculan kembali protes mahasiswa. Awalnya memprotes pejabat kampus yang tidak becus mengelola kampus, kemudian melebar keluar protes membela rakyat yang jadi korban penggusuran: Cimacan, Badega, hingga Kedung Ombo. Para aktivis mahasiswa melakukan konsolidasi antarkampus sehingga kesadaran untuk melawan rezim tumbuh kembali. Protes pun muncul di mana-mana. Namun rezim tidak diam. Protes-protes mahasiswa ditindak keras, beberapa aktivis mahasiswa di Bandung dan Yogyakarta dijebloskan ke penjara. Protes mereda.

Generasi baru muncul, yakni angkatan 1990-an awal. Namun mereka disibukkan oleh penolakan kebijakan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi atau SMPT yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan. Sebagian menuduh kebijakan ini adalah bentuk kooptasi baru terhadap aktivisme mahasiswa, sebagian lagi menganggap justru ini peluang untuk mengembangkan kesadaran kritis mahasiswa. Namun memasuki pertengahan 1990-an, generasi mahasiswa baru mulai kembali disadarkan oleh masalah politik nasional: pembredelan Detik Tempo Editor 1994, peristiwa 27 Juli 1997, dan krisis moneter 1998.

Buku ini merekam protes mahasiswa sepanjang kebijakan NKK/BKK 1978-1991. Dimulai dengan tindakan keras rezim Orde Baru dalam menghadapi gerakan mahasiswa 1978 yang menentang pencalonan kembali Presiden Soeharto, merekam kesenyapan kampus, hingga mencatat protes-protes yang bermunculan kembali, dimulai dari masalah internal hingga membela rakyat Kedung Ombo. Pemenjaraan terhadap aktivis mahasiswa Yogyakarta dan Bandung membuat protes mereda menyusul kemudian keluarnya kebijakan SMPT 1991, yang berarti mengakhiri kebijakan NKK/BKK.

Menggunakan kerangka teori Negara Birokratik Otoriter, buku yang berasal dari penelitian skripsi mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas gadjah Mada ini, menunjukkan bahwa lenyap dan munculnya kembali protes mahasiswa tidak lepas dari melemah dan menguatnya kohesi politik rezim. Pertarungan Panglima TNI Jenderal Benny Moerdani versus Ketua Umum Golkar Soedarmono, membuat negara melemah sehingga kontrol terhadap masyarakat menurun. Momentum ini dimanfaatkan mahasiswa untuk melancarkan protes. Selanjutnya ketika Presiden Soeharto berhasil mengkonsolidasikan rezim kembali, protes mahasiswa pun ditindak keras.

Buku ini menunjukkan bagaimana pers mahasiswa –Majalah Balairung Universitas Gadjah Mada dan Koran Solidaritas Universitas Nasional– tidak hanya berhasil merekam protes-protes mahasiswa sepanjang 1985-1991, tetapi juga menumbuhkan kesadaran untuk “berani melawan rezim” melalui tulisan-tulisannya. Lebih dari itu, tiadanya organisasi mahasiswa tingkat universitas setelah dewan mahasiswa dibubarkan, lembaga pers mahasiswa juga menjadi fasilitator para aktivis mahasiswa untuk melancarkan protes.

didiksupriyanto

didiksupriyanto

Penulis